Berkhidmat Kepada Umat Berbakti Kepada Negeri, Memacu Kinerja, Mengawal Kemenangan Indonesia

Sabtu, 17 Oktober 2020

Kiai Kharismatik Pendiri Laskar Hizbullah Mojokerto

 

Graha NU Pacet- Kota Mojokerto memiliki sosok ulama kharismatik yang berjasa besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ulama satu ini pendiri Laskar Hizbullah di Mojokerto. Pasukan ini ikut berperang melawan tentara sekutu yang akan kembali menjajah Indonesia.


Makam dengan batu nisan berbalut kain putih itu berada di antara asrama santri. Persis di sebelahnya terdapat Musalla Al Muttaqin. Pada plakat musalla ini juga tertulis lokasi makam, yakni di Jalan KH Wachid Hasyim No 41, Kota Mojokerto.


Kondisi makam terasa sejuk. Di samping selatannya terdapat taman kecil yang sarat dengan bunga. Makam tampak terang meski berada di bawah kuncup. Karena bagian tengah bangunan ini, persis di atas makam, berlubang.


Inilah makam KH Ahyat Halimy atau Abah Yat. Kiai kharismatik asli Kota Mojokerto ini lahir tahun 1918 dari pasangan Hj Marfu'ah dan H Abdul Halim. Dia menjadi yatim sejak di dalam kandungan. Sang ibu merupakan pengusaha batik yang sukses pada masanya.


Setelah lulus dari Sekolah Rakyat Miji yang sekarang menjadi SDN Miji 1, Ahyat kecil melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren (PP) Tebuireng, Jombang. Dia sempat diajar langsung oleh tokoh pendiri NU yang juga pendiri Pesantren Tebuireng, KH Hasyim Asy'ari dan putranya KH Wahid Hasyim.


Karena usianya hampir sebaya dengan KH Wahid Hasyim, selain menjadi santri, Abah Yat juga menjadi teman diskusi ayah Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut. Abah Yat juga menuntut ilmu dari KH Romly di Rejoso, Peterongan Jombang.


"KH Ahyat kecil dikenal sebagai santri yang disiplin. Perilakunya sopan, suka menolong santri yang lain," tulis Yazid Qohar dalam bukunya 'Berjuang Tanpa Akhir-KH Ahyat Halimy'.


Lulus dari pesantren, tahun 1938 Abah Yat mendirikan Ansoru Nahdlatoel Oelama (ANO) yang sekarang bernama Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Organisasi ini dia bangun bersama teman-temannya. Antara lain M Thoyib, M Thohir, Sholeh Rusman, Aslan, Mansur Solikhi dan Munasir.


ANO kala itu dibentuk untuk membantu seluruh kegiatan dan program NU. Pada saat bersamaan, Abah Yat juga menjabat Sekretaris Tanfidziyah NU Mojokerto. Padahal usianya baru 20 tahun. Dia lantas dipercaya menjadi Ketua GP Ansor periode 1940-1942. Tahun 1941, Abah Yat menikah dengan Badriyah, putri KH Moh Hisyam asal Desa Gayam, Kecamatan Mojowarno, Jombang.


Perjuangan Abah Yat dimulai saat tentara Jepang masuk ke Mojokerto tahun 1943. Kedatangan pasukan Nippon itu membuat rakyat sengsara. Abah Yat bersama temannya Mansur Solikhi menggalang gerakan GP Ansor untuk melucuti senjata pegawai Pemerintah Hindia Belanda.


Abah Yat juga membentuk Laskar Hizbullah. Pasukan ini dia bentuk bersama teman-temannya, yaitu KH Suhud, Ahmad Yatim dan Mulyadi. Selain kader GP Ansor, ketiga rekannya itu juga usai mengikuti pelatihan militer di Jibarosa, Bogor. Abah Yat menjadi Pembantu Umum di Laskar Hizbullah.


"Seluruh anggota GP Ansor digerakkan untuk masuk ke Laskar Hizbullah. Sehingga tak lebih dari satu bulan, Laskar Hizbullah Mojokerto membentuk dua batalyon," jelas Yazid.


Batalyon pertama dipimpin Mansur Solikhi, batalyon ke dua dipimpin Munasir. Sementara Abah Yat menjadi Komandan Kompi IV di bawah batalyon Munasir. Seluruh senjata pasukan ini dari merampas milik pasukan dan pegawai Hindia Belanda serta dari tentara Jepang setelah mereka menyerah kepada Sekutu.


Pada 20 Oktober 1945, tentara sekutu di bawah komando Jendral AWS Mallaby mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Enam hari kemudian sekutu mendaratkan pasukannya di Kota Pahlawan dengan jumlah lebih besar. Saat resolusi jihad telah dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari 10 November 1945, seluruh personel Laskar Hizbullah Mojokerto berangkat ke Surabaya untuk berperang mempertahankan kemerdekaan RI.


Selama pertempuran mempertahankan kemerdekaan, Abah Yat bertugas khusus mengawal Laskar Sabilillah. Laskar ini terdiri dari para ulama dan tokoh NU. Tugas Abah Yat lebih banyak masuk ke medan perang untuk menyampaikan perintah dari mabes Hizbullah dan Sabilillah. Perang saat itu meluas sampai ke Mojokerto.


"Ketika terjadi penyergapan Tentara Rakjat Djelata, gabungan laskar-laskar rakyat yang menghadang gerakan sekutu di Pacet, Mojokerto, Ahyat Halimy terlibat dalam pertempuran yang sengit," tutur Yazid.


Setelah perang berakhir, Abah Yat mendirikan pesantren mulai 29 April 1964. Surau di Jalan Miji (sekarang Jalan KH Wahid Hasyim) No 36 milik ayahnya, dia bangun menjadi Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin. Pesantren ini bertahan sampai sekarang. Selain itu, Abah Yat juga mendirikan sejumlah lembaga pendidikan di Mojokerto dan Rumah sakit Islam Sakinah. Saat ini RSI Sakinah menjadi salah satu rumah sakit rujukan yang diperhitungkan karena didukung oleh menejemen yang baik dan fasilitas yang cukup memadai.


Selain itu atas jasa beliau NU semakin eksis di Mojokerto. Banyak aset NU, masjid dan lembaga pendidikan-sosial yang lahir dari jasa Abah Yat. (Agus sekr seperti kutipan di detiknews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar