Berkhidmat Kepada Umat Berbakti Kepada Negeri, Memacu Kinerja, Mengawal Kemenangan Indonesia

Jumat, 30 Oktober 2020

Tradisi Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw Di Indonesia

 


Graha NU Pacet Mojokerto-Setiap bulan Rabiul Awal masyarakat muslim Indonesia khususnya warga NU selalu menyambut dengan riang gembira. Berbagai kegiatan dilakukan demi untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad saw.

Tradisi ini sudah ada di Indonesia sejak Islam masuk ke Nusantara. Para muballig pembawa Islam yang masuk ke nusantara memang terkenal dari kalangan ahlussunnah waljamaah. Terutama ketika Islam dikembangkan oleh  Walisongo yang berpusat di pulau Jawa. Termasuk para muballigh itu memang banyak dari keturunan Rasulullah saw yang datang dan menetap di nusantara. Dapat dipastikan mereka pasti akan memperingati maulid kakek buyutnya setiap tahunnya.

Saat itu peringatan maulid masih terbatas dilakukan oleh majelis para sayyid, istana kesultanan dan pondok pesantren. Setelah era walisongo dan berakhirnya kesultanan Islam di nusantara, tradisi ahlussunnah waljamaah secara kelembagaan dilanjutkan dan dirawat oleh para kyai Nahdlatul Ulama. Belakangan pemerintah juga ikut mengadakan peringatan maulid baik pusat maupun daerah.

Selanjutnya peringatan maulid semakin meluas di masyarakat. Hampir setiap dusun yang ada masjid, musholla, lembaga pendidikan dan jam'iyyah keagamaan akan mengadakan acara maulid. Terlebih muslim Madura, mereka yang merantau merasa wajib mudik dan berbondong bondong untuk ikut memperingati maulid nabi di kampung halamannya.

Tujuan dari peringatan maulid nabi sendiri pada awalnya untuk mempertebal kecintaan terhadap nabi Muhammad saw dan memotivasi kaum muslimin agar bertambah kuat dalam membela agama nabinya tersebut dari rongrongan kaum kafir. (Agus Sekr)

Rabu, 28 Oktober 2020

Hj. Munawaroh Istri Ketua MWCNU Pacet Tutup Usia

 

Graha NU Pacet Mojokerto-Kabar duka datang dari ketua MWCNU Pacet, H M Yusuf, S.Pd.I. Istrinya, Hj Munawaroh, S.Pd.I tadi siang, Rabu 28 Oktober 2020/12 Rabiul Awal 1442 H tutup usia. 

Menurut penuturan kerabatnya, sebelumnya almarhumah merasakan sakit ringan dan sempat dirawat di RSI Sakinah Mojokerto selama tiga hari dan akhirnya meninggal pada siang tadi.

Ratusan masyarakat, kerabat dan teman datang takziah dan ikut mendoakan almarhumah di rumah duka desa Claket Pacet. Sholat jenazah dan Prosesi pemberangkatan jenazah dipimpin oleh Romo KH Muslihuddin Abbas, mustasyar MWCNU Pacet.

Almarhumah yang asli orang Padusan itu adalah kader NU yang ketika mudanya aktif di IPPNU. Bahkan pernah menjabat sebagai ketua PAC IPPNU kecamatan Pacet pada era 90 an. Ketika suaminya dipilih menjadi ketua MWCNU Pacet periode 2011 sampai sekarang, almarhumah juga mendukung dengan ikhlas meski sering ditinggal suaminya mengikuti kegiatan NU.

Selain itu semasa hidupnya almarhumah juga aktif mengajar di MI Tri Bhakti Desa Claket dan TPQ al Ihsan Claket. "Kerabat, teman dan masyarakat merasa kehilangan atas kepergian almarhumah yang begitu cepat", tutur Muslimah, salah satu kerabat dan guru MI Claket.

Almarhumah Hj Munawaroh wafat meninggalkan seorang  suami dan tiga orang anak. Semoga arwah almarhumah mendapat tempat yang mulia di sisi Allah SWT dan keluarganya diberikan kesabaran. aamiin. (Agus Sekr)

Minggu, 25 Oktober 2020

Para Takmir Masjid Mengaji dan Berdoa Bersama

 

Graha NU Pacet Mojokerto-Sebanyak 120 takmir masjid dan musholla sekecamatan Pacet Mojokerto mengikuti kajian agama rutin Ahad wage, 25 Oktober 2020.

Kegiatan dipusatkan di masjid Baiturrohim Dusun Sumberan desa Sajen kecamatan Pacet.  Hal ini sesuai jadwal yang sudah dirilis sejak awal tahun 2020.

Sejak adanya pandemi corona kegiatan para takmir masjid ini sempat tertunda. Baru satu bulan yang lalu dimulai lagi di masjid Terongmalang desa Candiwatu kecamatan Pacet. 

Pada pukul 12.30 wib Rutinan dibuka dengan pembacaan istigotsah, syrokalan dan sambutan takmir masjid setempat. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan kitab nashoihul ibad (tasawuf), taqrib (fiaih) dan fiqih kemasyarakatan (tanya jawab persoalan fiqih di masyarakat).

Pengajian baru ditutup ketika memasuki waktu adzan ashar. Melalui kegiatan ini pengurus LTMNU kecamatan pacet juga membagikan kalender MWCNU  Pacet kepada semua masjid secara gratis.

Untuk pertemuan Ahad wage mendatang rencananya bertempat di masjid Uswatun Hasanah dusun Baraan Desa Cepokolimo. 

Dengan kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman agama dan SDM takmir masjid. Selain itu akan terwujud pula kerukunan dan silaturrahim antar pengurus masjid se kecamatan Pacet. (Agus Sekr)

Kamis, 22 Oktober 2020

Peringati Hari Santri Nasional 2020 MWCNU Pacet Lakukan Apel Bersama PCNU Mojokerto

 

Graha NU Pacet-Peringatan Hari santri nasional 2020 ditandai dengan berbagai kegiatan beragam. Begitu pula yang dilakukan oleh pengurus MWCNU Pacet. 

Selain mengadakan renungan malam resolusi jihad dan pembacaan istigosah di Graha NU Pacet juga mengikuti apel di halaman wisma PCNU kabupaten Mojokerto, Kamis 22 Oktober 2020.

Dengan memperingati hari santri, diharapkan dapat semakin mempertebal semangat dan tekad untuk berkhidmat kepada NU dan NKRI. Tentunya sesuai dengan keahlian dan kemampuan masing masing. (Agus Sekr)

Senin, 19 Oktober 2020

MWCNU Pacet Mojokerto Laporkan Kegiatan Lewat Kalender

 

Graha NU Pacet-Beragam cara dilakukan sebuah lembaga untuk melaporkan kegiatannya seperti yang dilakukan oleh pengurus MWCNU Pacet Mojokerto diantaranya melalui gambar di kalender.

Kegiatan selama satu tahun tersebut dikemas dalam bingkai sebuah kalender yang cantik. Semua kegiatan MWCNU dan Banom ditampilkan. Kalender itu selanjutnya akan disebar ke warga nahdliyin melalui ibu ibu muslimat dan fatayat. 

Pembuatan kalender itu sudah rutin dilaksanakan sejak tahun 2010. Warga dapat memiliki kalender dengan mengganti infaq pembangunan graha NU sebesar 15.000 rupiah. (Agus Sekr)

Sabtu, 17 Oktober 2020

Kiai Kharismatik Pendiri Laskar Hizbullah Mojokerto

 

Graha NU Pacet- Kota Mojokerto memiliki sosok ulama kharismatik yang berjasa besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ulama satu ini pendiri Laskar Hizbullah di Mojokerto. Pasukan ini ikut berperang melawan tentara sekutu yang akan kembali menjajah Indonesia.


Makam dengan batu nisan berbalut kain putih itu berada di antara asrama santri. Persis di sebelahnya terdapat Musalla Al Muttaqin. Pada plakat musalla ini juga tertulis lokasi makam, yakni di Jalan KH Wachid Hasyim No 41, Kota Mojokerto.


Kondisi makam terasa sejuk. Di samping selatannya terdapat taman kecil yang sarat dengan bunga. Makam tampak terang meski berada di bawah kuncup. Karena bagian tengah bangunan ini, persis di atas makam, berlubang.


Inilah makam KH Ahyat Halimy atau Abah Yat. Kiai kharismatik asli Kota Mojokerto ini lahir tahun 1918 dari pasangan Hj Marfu'ah dan H Abdul Halim. Dia menjadi yatim sejak di dalam kandungan. Sang ibu merupakan pengusaha batik yang sukses pada masanya.


Setelah lulus dari Sekolah Rakyat Miji yang sekarang menjadi SDN Miji 1, Ahyat kecil melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren (PP) Tebuireng, Jombang. Dia sempat diajar langsung oleh tokoh pendiri NU yang juga pendiri Pesantren Tebuireng, KH Hasyim Asy'ari dan putranya KH Wahid Hasyim.


Karena usianya hampir sebaya dengan KH Wahid Hasyim, selain menjadi santri, Abah Yat juga menjadi teman diskusi ayah Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut. Abah Yat juga menuntut ilmu dari KH Romly di Rejoso, Peterongan Jombang.


"KH Ahyat kecil dikenal sebagai santri yang disiplin. Perilakunya sopan, suka menolong santri yang lain," tulis Yazid Qohar dalam bukunya 'Berjuang Tanpa Akhir-KH Ahyat Halimy'.


Lulus dari pesantren, tahun 1938 Abah Yat mendirikan Ansoru Nahdlatoel Oelama (ANO) yang sekarang bernama Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Organisasi ini dia bangun bersama teman-temannya. Antara lain M Thoyib, M Thohir, Sholeh Rusman, Aslan, Mansur Solikhi dan Munasir.


ANO kala itu dibentuk untuk membantu seluruh kegiatan dan program NU. Pada saat bersamaan, Abah Yat juga menjabat Sekretaris Tanfidziyah NU Mojokerto. Padahal usianya baru 20 tahun. Dia lantas dipercaya menjadi Ketua GP Ansor periode 1940-1942. Tahun 1941, Abah Yat menikah dengan Badriyah, putri KH Moh Hisyam asal Desa Gayam, Kecamatan Mojowarno, Jombang.


Perjuangan Abah Yat dimulai saat tentara Jepang masuk ke Mojokerto tahun 1943. Kedatangan pasukan Nippon itu membuat rakyat sengsara. Abah Yat bersama temannya Mansur Solikhi menggalang gerakan GP Ansor untuk melucuti senjata pegawai Pemerintah Hindia Belanda.


Abah Yat juga membentuk Laskar Hizbullah. Pasukan ini dia bentuk bersama teman-temannya, yaitu KH Suhud, Ahmad Yatim dan Mulyadi. Selain kader GP Ansor, ketiga rekannya itu juga usai mengikuti pelatihan militer di Jibarosa, Bogor. Abah Yat menjadi Pembantu Umum di Laskar Hizbullah.


"Seluruh anggota GP Ansor digerakkan untuk masuk ke Laskar Hizbullah. Sehingga tak lebih dari satu bulan, Laskar Hizbullah Mojokerto membentuk dua batalyon," jelas Yazid.


Batalyon pertama dipimpin Mansur Solikhi, batalyon ke dua dipimpin Munasir. Sementara Abah Yat menjadi Komandan Kompi IV di bawah batalyon Munasir. Seluruh senjata pasukan ini dari merampas milik pasukan dan pegawai Hindia Belanda serta dari tentara Jepang setelah mereka menyerah kepada Sekutu.


Pada 20 Oktober 1945, tentara sekutu di bawah komando Jendral AWS Mallaby mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Enam hari kemudian sekutu mendaratkan pasukannya di Kota Pahlawan dengan jumlah lebih besar. Saat resolusi jihad telah dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari 10 November 1945, seluruh personel Laskar Hizbullah Mojokerto berangkat ke Surabaya untuk berperang mempertahankan kemerdekaan RI.


Selama pertempuran mempertahankan kemerdekaan, Abah Yat bertugas khusus mengawal Laskar Sabilillah. Laskar ini terdiri dari para ulama dan tokoh NU. Tugas Abah Yat lebih banyak masuk ke medan perang untuk menyampaikan perintah dari mabes Hizbullah dan Sabilillah. Perang saat itu meluas sampai ke Mojokerto.


"Ketika terjadi penyergapan Tentara Rakjat Djelata, gabungan laskar-laskar rakyat yang menghadang gerakan sekutu di Pacet, Mojokerto, Ahyat Halimy terlibat dalam pertempuran yang sengit," tutur Yazid.


Setelah perang berakhir, Abah Yat mendirikan pesantren mulai 29 April 1964. Surau di Jalan Miji (sekarang Jalan KH Wahid Hasyim) No 36 milik ayahnya, dia bangun menjadi Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin. Pesantren ini bertahan sampai sekarang. Selain itu, Abah Yat juga mendirikan sejumlah lembaga pendidikan di Mojokerto dan Rumah sakit Islam Sakinah. Saat ini RSI Sakinah menjadi salah satu rumah sakit rujukan yang diperhitungkan karena didukung oleh menejemen yang baik dan fasilitas yang cukup memadai.


Selain itu atas jasa beliau NU semakin eksis di Mojokerto. Banyak aset NU, masjid dan lembaga pendidikan-sosial yang lahir dari jasa Abah Yat. (Agus sekr seperti kutipan di detiknews)

Mengenang Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dan Pertempuran 10 Nopember 1945

 


RESOLUSI JIHAD NAHDLATUL ULAMA DAN PERTEMPURAN 10 NOVEMBER 1945

Keputusan pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional merupakan keputusan yang tepat. Sebab sejarah mencatat pada tanggal tersebut Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.

Sebelum Resolusi Jihad, telah muncul Fatwa Jihad, setelahnya, muncul pertempuran 10 November yang kemudian ditetapkan menjadi hari Pahlawan. Berikut rangkaian sejarah perjuangan kaum santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, yang kemudian menjadi dasar lahirnya Hari Santri Nasional 22 Oktober, seperti disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PBNU H Slamet Effendy Yusuf dalam konferensi press di gedung PBNU, Senin (19/10).

17 Agustus 1945

Siaran berita Proklamasi Kemerdekaan sampai ke Surabaya dan kota-kota lain di Jawa, membawa situasi revolusioner. Tanpa komando, rakyat berinisiatif mengambil-alih berbagai kantor dan instalasi dari penguasaan Jepang.

31 Agustus 1945

Belanda mengajukan permintaan kepada pimpinan Surabaya untuk mengibarkan bendera Tri-Warna untuk merayakan hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Armgard.

17 September 1945

Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad yang berisikan ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi sabilillah. Fatwa ini merupakan bentuk penjelasan atas pertanyaan Presiden Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam.

19 September 1945

Terjadi insiden tembak menembak di Hotel Oranje antara pasukan Belanda dan para pejuang Hizbullah Surabaya. Seorang kader Pemuda Ansor bernama Cak Asy’ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru, sehingga hanya tertinggal Merah Putih.

23-24 September 1945

Terjadi perebutan dan pengambilalihan senjata dari markas dan gudang-gudang senjata Jepang oleh laskar-laskar rakyat, termasuk Hizbullah.

25 September 1945

Bersamaan dengan situasi Surabaya yang makin mencekam, Laskar Hizbullah Surabaya dipimpin KH Abdunnafik melakukan konsolidasi dan menyusun struktur organisasi. Dibentuk cabang-cabang Hizbullah Surabaya dengan anggota antara lain dari unsur Pemuda Ansor dan Hizbul Wathan. Diputuskan pimpinan Hizbullah Surabaya Tengah (Hussaini Tiway dan Moh. Muhajir), Surabaya Barat (Damiri Ichsan dan A. Hamid Has), Surabaya Selatan (Mas Ahmad, Syafi’i, dan Abid Shaleh), Surabaya Timur (Mustakim Zain, Abdul Manan, dan Achyat).

5 Oktober 1945

Pemerintah pusat membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Para pejuang eks PETA, eks KNIL, Heiho, Kaigun, Hizbullah, Barisan Pelopor, dan para pemuda lainnya diminta mendaftar sebagai anggota TKR melalui kantor-kantor BKR setempat.

15-20 Oktober 1945

Meletus pertempuran lima hari di Semarang antara sisa pasukan Jepang yang belum menyerah dengan para pejuang.

21-22 Oktober 1945

PBNU menggelar rapat konsul NU se-Jawa dan Madura. Rapat digelar di Kantor Hofdsbestuur Nahdlatul Ulama di Jalan Bubutan VI No 2 Surabaya. Di tempat inilah setelah membahas situasi perjuangan dan membicarakan upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Di akhir pertemuan pada tanggal 22 Oktober 1945 PBNU akhirnya mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.

25 Oktober 1945

Sekitar 6.000 pasukan Inggris yang tergabung dalam Brigade ke-49 Divisi ke-26 India mendarat di Surabaya. Pasukan ini dipimpin Brigjend AWS. Mallaby. Pasukan ini diboncengi NICA (Netherlands-Indies Civil Administration).

26 Oktober 1945

Terjadi perundingan lanjutan mengenai genjatan senjata antara pihak Surabaya dan pasukan Sekutu. Hadir dalam perundingan itu dari pihak Sekutu Brigjend Mallaby dan jajarannya, dari pihak Surabaya diwakili Sudirman, Dul Arnowo, Radjamin Nasution (Walikota Surabaya) dan Muhammad.

27 Oktober 1945
Mayjen DC.Hawtorn bertindak sebagai Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untuk Jawa, Madura, Bali dan Lombok menyebarkan pamflet melalui udara menegaskan kekuasaan Inggris di Surabaya, dan pelarangan memegang senjata selain bagi mereka yang menjadi pasukan Inggris. Jika ada yang memegangnya, dalam pamflet tersebut disebutkan bahwa Inggris memiliki alasan untuk menembaknya. Laskar Hizbullah dan para pejuang Surabaya marah dan langsung bersatu menyerang Inggris. Pasukan Inggris pun balik menyerang, dan terjadi pertempuran di Penjara Kalisosok yang ketika itu berada dalam penjagaaan pejuang Surabaya.

28 Oktober 1945

Laskar Hizbullah dan Pejuang Surabaya lainnya berbekal senjata rampasan dari Jepang, bambu runcing, dan clurit, melakukan serangan frontal terhadap pos-pos dan markas Pasukan Inggris. Inggris kewalahan menghadapi gelombang kemarahan pasukan rakyat dan massa yang semakin menjadi-jadi.

29 Oktober 1945

Terjadi baku tembak terbuka dan peperangan massal di sudut-sudut Kota Surabaya. Pasukan Laskar Hizbullah Surabaya Selatan mengepung pasukan Inggris yang ada di gedung HBS, BPM, Stasiun Kereta Api SS, dan Kantor Kawedanan. Kesatuan Hizbullah dari Sepanjang bersama TKR dan Pemuda Rakyat Indonesia (PRI) menggempur pasukan Inggris yang ada di Stasiun Kereta Api Trem OJS Joyoboyo.

29 Oktober 1945

Perwira Inggris Kolonel Cruickshank menyatakan pihaknya telah terkepung. Mayjen Hawtorn dari Brigade ke-49 menelpon dan meminta Presiden Soekarno agar menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan pertempuran. Hari itu juga, dengan sebuah perjanjian, Presiden Soekarno didampingi Wapres Mohammad Hatta terbang ke Surabaya dan langsung turun ke jalan-jalan meredakan situasi perang.

30 Oktober 1945

Genjatan senjata dicapai kedua pihak, Laskar arek-arek Surabaya dan pasukan Sekutu-Inggris. Disepakati diadakan pertukaran tawanan, pasukan Inggris mundur ke Pelabuhan Tanjung Perak dan Darmo (kamp Interniran), dan mengakui eksistensi Republik Indonesia.

30 Oktober 1945

Sore hari usai kesepakatan genjatan senjata, rombongan Biro Kontak Inggris menuju ke Gedung Internatio yang terletak disaping Jembatan Merah. Namun sekelompok pemuda Surabaya menolak penempatan pasukan Inggris di gedung tersebut. Mereka meminta pasukan Inggris kembali ke Tanjung Perak sesuai kesepakatan genjatan senjata. Hingga akhirnya terjadi ketegangan yang menyulut baku tembak. Di tempat ini secara mengejutkan Brigjen Mallaby tertembak dan mobilnya terbakar.

31 Oktober 1945

Panglima AFNEI Letjen Philip Christison mengeluarkan ancaman dan ultimatum jika para pelaku serangan yang menewaskan Brigjen Mallaby tidak menyerahkan diri maka pihaknya akan mengerahkan seluruh kekuatan militer darat, udara, dan laut untuk membumihanguskan Surabaya.

7-8 November 1945

Kongres Umat Islam di Yogyakarta mengukuhkan Resolusi Jihad Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai kebulatan sikap merespon makin gentingnya keadaan pasca ultimatum AFNEI.

9 November 1945

Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai komando tertinggi Laskar Hizbullah menginstruksikan Laskar Hizbullah dari berbagai penjuru memasuki Surabaya untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan dengan satu sikap akhir, menolak menyerah. KH Abbas Buntet Cirebon diperintahkan memimpin langsung komando pertempuran. Para komandan resimen yang turut membantu Kiai Abbas antara lain Kiai Wahab (KH. Abd. Wahab Hasbullah), Bung Tomo (Sutomo), Cak Roeslan (Roeslan Abdulgani), Cak Mansur (KH. Mas Mansur), dan Cak Arnowo (Doel Arnowo). Bung Tomo melalui pidatonya yang disiarkan radio membakar semangat para pejuang dengan pekik takbirnya untuk bersiap syahid di jalan Allah SWT.

10 November 1945

Pertempuran kembali meluas menyambut berakhirnya ultimatum AFNEI. Inggris mengerahkan 24.000 pasukan dari Divisi ke-5 dengan persenjataan meliputi 21 tank Sherman dan 24 pesawat tempur dari Jakarta untuk mendukung pasukan mereka di Surabaya. Perang besar pun pecah. Ribuan pejuang syahid. Pasukan Kiai Abbas berhasil memaksa pasukan Inggris kocar-kacir dan berhasil menembak jatuh tiga pesawat tempur RAF Inggris.

Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/62913/detik-detik-resolusi-jihad-nahdlatul-ulama-dan-pertempuran-10-november-1945

Selamat #HariSantri

Rabu, 07 Oktober 2020

Ikhtiar Kemandirian Lewat Koperasi Syariah

 


Graha NU Pacet-Perekonomian merupakan suatu poin penting dalam mewujudkan sebuah kemandirian, kemajuan dan kemakmuran. Baik bagi individual, keluarga, lembaga dan bahkan negara.

Nahdlatul Ulama sebagai wasilah kemashlahatan umat tergerak untuk ikut membantu mewujudkan umat yang sejahtera. Melalui lembaga perekonomiannya NU mencari terobosan dan upaya baru dalam menumbuhkan semangat kemandirian. Seperti yang dilakukan oleh MWCNU Pacet Mojokerto. 

Dengan bendera koperasi syariahnya mereka berjuang menyambut masa depan umat yang lebih baik. "Awalnya kita bergerak diperdagangan sembako dan pernak pernik NU. Nanti kita perluas di bidang jasa keuangan dan travel", ungkap M Fadlan, manager koperasi syariah MWCNU Pacet.

Di era kemerdekaan dan dunia milenial ini tidak dapat dipungkiri bahwa perjuangan dan khidmah sangat membutuhkan dukungan finansial. Oleh karena itu kalau santri era 45 an berjuang mengangkat senjata demi mempertahankan kemerdekaan dan keluhuran agamanya, sekarang para santri harus berani berjuang untuk kesejahteraan umat dan dan keadilan sosial. (Agus sekr)