Berkhidmat Kepada Umat Berbakti Kepada Negeri, Memacu Kinerja, Mengawal Kemenangan Indonesia

Kamis, 14 November 2019

Pentingnya Menyiapkan Kader Penggerak Untuk Menyongsong 100 Tahun Nahdlatul Ulama


(Oleh : Agus Santoso, Sekretaris MWCNU Pacet Mojokerto)

Ketika memperingati harlah RSI Sakinah ke 29 di hotel Ayola Sunrise Mojokerto (26/10/2019) ada hal menarik yang disampaikan oleh Prof. DR. Muhammad Nuh, DEA dalam orasi ilmiahnya.

Beliau mengibaratkan kita (warga NU) ini sedang ditinggal pergi orang orang tua (Masyayikh) kita dalam waktu yang lama dan mungkin mereka akan kembali untuk menjenguk kita setelah kurun waktu 100 tahun.

Pertanyaanya, ketika mereka datang kembali menjenguk, apa yang akan kita suguhkan untuk menyambut dan  menyenangkan hati mereka. Apa yang akan kita ucapkan untuk menjawab pertanyaan mereka. Akankah kita nanti pantas disebut sebagai anak yang sholih atau tidak.
Inilah yang musti kita persiapkan dalam menyongsong 100 tahun Nahdlatul Ulama di tahun 2026.

Kesholehan itu tergantung bagaimana kita selaku pengemban amanat mampu menampakkan keberhasilan. Baik dari sisi pengelolaan organisasi, merawat dan mengembangkan ideologi aswaja an nahdliyah, menjaga silaturrahmi,  mencetak kader dan tidak kalah pentingnya berusaha mandiri untuk memberikan kemanfaatan yang lebih besar. NU itu besar dan harus dipandang sebagai sesuatu yang besar. Maka jangan sampai yang besar itu terlihat kecil karena ketidak berdayaan.
Sebagaimana sabda Rosululloh saw. Sebaik baik manusia adalah yang paling banyak bermanfaat bagi manusia lainnya. Begitu pula NU, sebaik baik jam'iyah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.

Oleh karena itu perlu adanya evaluasi diri secara terukur dan terorganisir dari semua tingkatan struktural NU termasuk Banomnya. Apa saja yang sudah kita perbuat, kita capai dan yang akan direncanakan. Sejauh mana amanat dan program yang sudah kita laksanakan. Tentu pertanyaan ini membutuhkan kemauan, keberanian dan keikhlasan untuk menjawabnya. Kita sadar tantangan zaman semakin besar.

Alhamdulillah saat ini telah tampak perubahan menuju muara kebangkitan  besar itu. Gerakannya menyentuh di berbagai bidang. Diantaranya  pemantapan ideologi aswaja, pendidikan, kesehatan, sosial dan perekonomian. Sehingga hari ini mulai banyak kita jumpai Universitas NU, Rumah Sakit, madrasah favorit, NUsantara Mart, BMT, dan lain lain. Selain itu kepedulian terhadap yatim, dhuafa, korban bencana alam dan lain lain juga semakin terasa.

Bagi kita yang bersentuhan langsung dengan kegiatan NU di masyarakat, salah satu faktor pendorongnya adalah suksesnya mencetak kader NU yang militan melalui PKPNU. Setelah mengikuti pendidikan selama tiga hari mereka akan kembali dan menyatu dengan lembaga NU serta Banomya dan bersama sama menghidupkan organisasi secara mandiri.

Dari situlah pemikiran kritis dan dinamis dimulai kembali. Baik untuk menjaga ideologi, semangat organisasi maupun kreatifitas kemandirian.
Banyak ranting NU yang tumbuh kembang begitu cepat bahkan melebihi kapasitas struktural diatasnya setelah kadernya banyak yang mengikuti PKPNU. Tentu ini kabar baik yang harus cepat direspon agar  melimpahnya kader menjadi sebuah tenaga pendorong kebangkitan NU dan bukan  malah menjadi beban organisasi. Itulah harokah kebangkitan yang seimbang dan terarah.

Salah satu RTL PKPNU yang sederhana tetapi amat besar manfaatnya adalah gerakan kotak infaq NU (koinisasi).  Koinisasi merupakan salah satu pintu kemandirian yang penting karena secara kultural lebih akrab dengan kondisi perekonomian warga nahdliyin yang sebagian besar menengah ke bawah.

Kita menyadari meskipun koinisasi sudah dicanangkan menjadi gerakan nasional khas NU akan tetapi masih minim kordinasinya. SOP nya masih bersifat lokal dan belum terorganisir sampai pusat. Sehingga perolehan infaq bisa subur di suatu lokasi sedangkan tempat lainnya tidak.
NU Care Lazisnu sebagai lembaga pelaksana resminya perlu menata menejemen operasionalnya secara profesional dan amanah untuk menjaga kredibilitas di masyarakat. Sedangkan para kyai dan pengurus NU yang lain memberikan dukungan dan  sosialisasi  kepada warga NU agar zakat, infaq dan sedekah mereka bisa dikelola, semakin besar dan bermanfaat.

Melalui koinisasi banyak ranting NU dan MWCNU berhasil menjalankan organisasi dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi umat. Bahkan banyak yang sudah mencanangkan mendirikan kantor Ranting NU seperti yang dilakukan Ranting NU Kesemen Ngoro Mojokerto (12/11/2019). Sesuatu yang mungkin hari ini baru terjadi.

Awal gerakan kebangkitan NU melalui PKPNU inilah yang musti kita tingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Saat ini banyak terobosan yang dapat dilakukan untuk mencetak kader sebanyak mungkin. Diantaranya melalui pondok pesantren dan lembaga pendidikan formal menengah ke atas.

Contohnya tanggal 8 November 2019 baru baru ini ponpes Bidayatul Hidayah Mojogeneng Jatirejo melaksanakan PKPNU khusus bagi Santri dewasa dan kelas XII Madrasah Aliyah. Pesertanya mencapai 300 orang. Tentu ini amat baik sebagai upaya membekali  generasi muda NU dengan ajaran aswaja yang benar. Apalagi kelak mereka masuk ke perguruan tinggi dan bergaul dengan berbagai macam karakter teman dan pemikirannya.

Ada pula perguruan tinggi yang mewajibkan calon wisudanya mengikuti PKPNU seperti yang dilakukan Institut KH Abdul Chalim (IKHAC) Pacet Mojokerto pada tanggal 16 November 2019 mendatang. Tujuannya jelas agar para lulusannya dapat mengembangkan aswaja an nahdliyah di lingkungan pendidikan, tempat kerja dan masyarakatnya kelak.

Inilah sekelumit cerita yang dapat kita jadikan sebagai bahan referensi dan evaluasi untuk selalu berinovasi guna menyongsong kebangkitan NU di tahun ke 100 kelahirannya. Sebagaimana slogan NU, "al muhafadhotu alal qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah". Menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil  hal baru (inovasi) yang lebih baik.

2 komentar:

  1. Wallohu'alam....
    Semoga dari tiap otonom nahdliyin di bahawah kaki gunung ini (welirang utara) lekas menjadi lambang lambang lahirnya kader yang diinginkan-nya...
    tak hanya itu, buah bibir dan keringat-nya hari ini boleh dikata bukan priority, sebab masih banyak sudut-sudut kampung yang boleh dikata belum terjamah gerakan nahdliyin. Seperti halnya kita selalu mengandalkan PKPNU sebagai trobosan pemersatu kader, padahal seyogyanya bisa dianggap elastis. Sebab sedikitnya selektif tiap peserta PKPNU tak sealot makan agar", entah kenapa. Pun juga kita perlu mengekstrak potensi tiap daerah yang kulturnya majekmuk, walau aga susah sih...
    Inilah mungkin yang perlu kita tarik benang merah. Atas segala kearifan segmen pacet, yang boleh dikata kota kecil berjuta khasanah. Dari situlah PR kita hari ini untuk masih selalu mempertanyakan :
    1. Bagaimana keadaan kita?
    2. Apa keinginan kita?
    3. Dengan apa kita mencapainya?
    4. Apa pengorbanan kita?
    5. Ikhlaskah kita membantu mereka tanpa upah?
    6. Dan ridlokah mereka mengenal Kita?

    Wallohualam,
    Semoga pacet tetap menjadi isme nan sentosa tanpa malu menyerah...

    Jazakumullohukhoiron katsiron

    BalasHapus
  2. Benar sekali, semangat untuk selalu berbuat menuju kemaslahatan ini yg perlu disadari. Mulai dari berfikir positif hingga upaya mencapainya. Khusus Pacet ternyata kader pkpnu yg sdh ada masih banyak yg belum terkondisikan. Inilah kecemasan yg saya tuangkan dlm ulasan diatas dg harapan agar dapat bersama sama memperbaikinya.

    BalasHapus