Sejarah mencatat Islam masuk
Indonesia/ nusantara pada abad ke VII bersamaan dengan masuknya Islam ke Cina,
India, Srilangka. Terbukti pada masa Kholifah Usman bin Affan telah mengirim
utusan ke kaisar Cina pada tahun 31 H/ 651 M (Wangsa Tan) selain itu ada utusan
yang ke pulau Jawa/ Nusantara, karena mereka memakan waktu 4 tahun. Di Tiongkok
utusan itu diterima dengan baik oleh Kaisar, bahkan Kaisar memerintahkan untuk
mendirikan masjid di Sian. Adapun tempat yang
mula mula didatangi Islam di Indonesia/ Nusantara adalah Aceh tepatnya di pesisir
utara pulau Sumatera, karena letaknya dekat dengan selat malaka sehingga tempat
itulah yang menjadi persinggahan para pedagang yang datang dari Arab, India,
Tiongkok dll.
Pada tahun 1200 an telah berdiri
kerajaan Islam yang pertama di Aceh yaitu Samudra Pasai Rajanya yang mula mula
menganut Islam bernama Marah Silu yang kemudian berganti nama Sultan Malik
Saleh. Ia beristri dengan putra raja Perlak yang sudah menganut Islam. Kedua
kerajaan itu bisa dipersatukan dibawah kekuasaannya. Pada masa pemerintahannya
datanglah Marco Polo sang penjelajah dunia tahun 1292 M yang menerangkan dalam
catatan perjalanannya: bahwa penduduk pantai utara Sumatra telah menganut Islam
hanya daerah pedalaman masih memuja berhala sedangkan pada masa pemerintahan
cucunya bernama sultan Muhammad datang pula Ibnu Batutah tahun 1345 M/746 H
dalam buku pertamanya menerangkan bahwa kerajaan-kerajaan yang terdapat di pesisir
Sumatra Utara telah menganut Islam. Sultan yang bergelar Malik Adz Dzahir
adalah seorang raja bijaksana yang mempunyai rasa hormat kepada Alim Ulama’ dan
setiap hari Jum’at datang ke masjid dengan berjalan kaki bersama rakyatnya.
Karena Samudra Pasai terletak di tepi
pantai selat malaka yang merupakan kunci penghubung Negara luar nusantara, maka
tempat itu cepat berkembang dengan pesatnya. Dimana berdatangan para saudagar
muslim dari Arab, Persi, India dan lain sebagainya. Sehingga
samudra pasai pada masa itu menjadi pusat persyiaran Islam dan pengkajian
Islam. Sehingga pedagang dari Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara Barat dan Irian Jaya berdatangan ke tempat itu selain mengambil
dagangan juga belajar tentang islam. Dari sinilah islam bisa berkembang ke
seluruh nusantara. Penyebaran islam di Indonesia/ Nusantara yang berjalan
secara damai tanpa menimbulkan kekerasan merupakan cermin hakekat ajaran Islam
yang menjadi “Rahmatan Lil Alamin”.
Adapun penyebaran Islam secara damai
tersebut melalui dua cara yaitu :
1.
Perdagangan (sambil berdakwah)
2.
Pernikahan (untuk mengukuhkan posisi)
Pada abad XV telah berdiri kesultanan
Islam Aceh pendirinya Sultan Ali Muqoyat Syah, kesultanan ini dikenal dengan
nama Aceh Darussalam. Aceh Darussalam juga menjadi pusat penyiaran Islam.
Diantara mumbalighnya yang paling masyur ialah Syeh Nuruddin Ar Raniry berasal
dari Aceh Barat. Namanya diabadikan menjadi Perguruan Tinggi Islam di Banda
Aceh yaitu IAIN Ar Raniry. Aceh mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Selain Aceh Sumatra masih terdapat kerajaan
Islam lainnya seperti Kesultanan Palembang, Riau Minangkabau dll. Meskipun
tidak menyamai kebesaran aceh namun perannya besar pula dalam penyiaran Islam
di Sumatra dan sekitarnya.
Perkembangan
Islam di Jawa tidak bisa terlepas dari peranan para wali. Jumlah para wali yang
terkenal dari peranan para wali. Jumlah wali yang terkenal ada Sembilan yang
dikenal dengan sebutan Wali songo. Dari Wali Songo inilah Islam cepat
berkembang keseluruh Pulau Jawa. Utamanya pesisir utara pantai jawa. Perjuangan
dan penyiaran Islam di Jawa sangat mudah diterima di kalangan masyarakat akar
rumput karena dakwahnya menyenangkan, masuk akal, tidak membedakan dan sangat
mudah diterima dan tidak bertentangan aqidah dan syariah diberikan ala ahli
sunah wal jama’ah yang disisipkan dalam berbagai bentuk dakwahnya. Selain itu
para wali juga dikaruniai karomah penyembuhan dari berbagai penyakit. Dari
itulah masyarakat Jawa berbondong bondong masuk Islam. Setelah datangnya
penjajah Islam sedikit terusik karena penjajah punya tujuan :
- Gold : maksudnya agar memperoleh keuntungan besar
- Glory : maksudnya unutk mencapai kejayaan yang besar
- Gaspel : artinya usaha menyebarluaskan agama Kristen
Sehingga para ulama’ dan para
mubaligh lebih meningkat usahanya mempertahankan, mendakwahkan dan
memperjuangkan kelangsungan hidup tegaknya syariat Islam di muka Pulau Jawa
ini. Alhamdulillah berkat kegigihan perjuangan para ulama’ Islam terus
berkembang didalam menghadapi penjajah kolonial Belanda. Akhirnya pada abad XIX
kebangkitan umat Islam Indonesia
berjalan di mana-mana ditandai dengan berdirinya organisasi Islam dimana-mana.
Terbukti pada tahun 1926 berdiri organisasi Islam NU (Nahdhatul Ulama) yang
dipimpin oleh para Kyai utamanya K.H. Hasyim Asy’ary, K.H. Wahab Hasbulloh. Setelah
terbentuknya organisasi NU di tahun 1926 itu, maka para kyai dan santri pondok
pesantren utamanya Pondok Pesantren Tebuireng, Tambak Beras, Denanyar Dan
lainnya se Jawa Timur semua telah mendirikan organisasi tersebut dan terus diperjuangkan
kelestariannya. Tidak ketinggalan Kabupaten Mojokerto juga berdiri organisasi
NU, yang pada waktu itu di seponsori dan di pimpin oleh santri Tebuireng,
beliau adalah Al Mukarrom Al Manghfurullah Al Marhum KH Ahyat Halimi dan didampingi
oleh para ulama’ dan tokoh NU se Kabupaten Mojokerto, tidak ketinggalan di
Kecamatan Pacet. Saat itu di pimpin oleh beliau KH. Faqih Abd Wahab. CS. Dimasa
yang sulit Negara sedang mempersiapkan dan usaha untuk terhindar dari cekaman
penjajah. Alhamdulillah berkat keteguhan dan keuletan yang dijiwai ruhul jihad
yang tulus dan tinggi, para pimpinan NU Pacet mampu menanamkan kepercayaan
ditengah masyarakat pacet, sehingga disaat itu mampu membentuk kepengurusan NU
ditingkat Kecamatan (MWC) dan di desa/tingkat ranting. KH Faqih Abd Wahab
dengan ketulusan dan kerendahan hati serta akhlaqul karimah, ucapannya sebagai
pimpinan dapat menembus hati masyarakat sehingga dapat menyatukan gerak dan
langkah untuk memajukan NU. Usaha-usahanya adalah sebagai berikut:
- Menanamkan aqidah dan syariah al ahli sunah wal jama’ah, di masyarakat pacet sehingga banyak berdiri masjid dan mushola.
- Menanamkan rasa jihad fi sabilillah sehingga banyak warga NU yang berani berkorban ikut serta dalam mengusir penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan.
- Menanamkan rasa sosial sehingga masyarakat NU mau dan mampu membantu sesamanya dalam kesulitan.
- Menanamkan pentingnya organisasi sosial keagamaan di kalangan masyarakat Pacet
Catatan:
Pada saat itu kepengurusan NU belum
seperti sekarang sudah jelas pembagiannya: ada syuriah, ada Tanfidiyah serta badan otonom-badan otonom. Sedangkan pada saat itu sebutannya
hanya pengurus NU yang tampak menonjol pergerakannya Adalah : 1. Bp. K. Abdul Faqih, 2. Bp. Danun. Kalangan pemudanya adalah : Bpk.
Amir Syuhadak, Bp. Abd Shomad dan Bp. Kastur. Dalam mengatur strategi perjuangannya di
Cepokolimo di tahun 1950an Ketua Pengurus Nu diserahkan kepada Bp. Amir
Syuhada’ karena beliau dianggap lebih giat lebih agresif dan lebih berwawasan
tentang ke NUan. Sementara bapak K. Faqih sendiri telah disibukkan dengan pekerjaannya sebagai
kepala desa Cepokolimo. Bpk Amir Syuhada’ sendiri telah menempa keilmuannya di Sumatra, sehingga
punya idealis yang tinggi untuk
memajukan NU. Beliau disamping mengurus pribadinya juga memperjuangkan
bagaimana NU bisa menjadi organisasi masyarakat di Kecamatan Pacet melalui
perjuangan tanpa menyerah sedikit demi sedikit semasa kepemimpinan beliau
syariat Islam ahli sunnah wal jama’ah dapat berkembang dapat diterima
masyarakat akar rumput di Kecamatan Pacet. Terbukti saat pemilu tahun 1955, NU yang juga
sebagai organisasi peserta pemilu hasilnya juga memuaskan, mendapat
urutan kedua dari 50 partai politik. Dari situ perjuangan Bp. Amir Syuhada’ bertambah semangat dan
percaya diri, bahwa NU akan menjadi organisasi Islam yang besar di Indonesia. Beliau
seorang idealis tetapi hormat dan taat kepada para ulama’ para kyai. Disetiap hari
besar Islam beliau anjurkan untuk mengadakan peringatan yang berbentuk
pengajian-pengajian yang harus mendatangkan kyai. Dengan cara itu Islam Ala
Ahli Sunnah wal Jama’ah terus dapat berkembang keseluruh lapisan masyarakat.
Setiap perjuangan pasti ada rintangan dan hambatan lebih di waktu itu partai
komunis Idonesia juga berkembang pesat. Alhamdulillah berkat keteguhan keihklasan yang
di dorong oleh ruhul jihad yang tinggi tetap bisa berjalan dengan baik dan selamat.
Usaha-usahanya :
- Membentuk kepengurusan NU tingkat ranting
- Membentuk berbagai ekonomi sebagai imbangan komunis
- Menumbuh kembangkan berdirinya masjid dan musholla
- Menumbuh kembangkan berdirinya Madrasah dan RA
- Usaha mengalihfungsikan tanah e.gendom menjadi tanah perjuangan
- Mencegah datangnya Cina masuk Desa yang terkenal dengan G 30S di tahun 1965
- Memimpin penumpasan orang komunis di Kecamatan Pacet
- Mengusahakan perangkat desa dari pengurus NU/ warga NU
Dan masih banyak yang lain, termasuk
meningkatkan kwalitas guru MI tahun 1970. Beliau di tahun 1962 diangkat
sebagai Kepala Desa Pacet, yang dipilih oleh masyarakat Pacet secara mutlak. Beliau itu
pernah menjadi anggota DPR (1952) dari NU.
Di tahun 1968 sejak berdirinya sector
Golkar yang didirikan oleh Bp. Suharto CS, yang mengharuskan ABRI, Peg. Negeri,
Perusahaan BUMN, Perangkat Desa berada didalamnya (GOLKAR) maka warga Nahdiyiin mulai mendapat tekanan, ancaman,
paksaan, sehingga sedikit terusik ke NUan nya, lebih-lebih yang berada di
Pegawai Negeri dan Perangakat Desa (lirik-lirikan). Keadaan yang seperti itulah
yang menjadikan warga Nahdiyiin banyak yang berjuang untuk menegakkan NU di balik layar.
Bapak Amir Syuhada’ sebagai Kades
yang senior waktu itu bersama Kades Padusan, Tanjung Kenongo, Panda, Candi Watu
dsb. Maka Bp. Amir Syuhada’ menyerahkan sebagai ketua pengurus NU Pacet kepada
Al Mukarrom al Magfirullah Bp. K. Syamsul Huda Amir (secara pribadi) Mojoroto Petak. Sedangkan
Bp. Abd. Munif waktu itu ditunjuk Al Mukarrom Al Maghfirullah Romo Kyai Haji
Ahyat Halimi sebagai pengurus politik NU, yang akan mengikuti pemilu tahun 1971
yang diikuti 10 partai termasuk Golkar (NU No.2). Dari situlah bapak Syamsul Huda bersama-sama
dengan Bp. Abd Munif mengatur NU sebagai pimpinan NU Ke. Pacet.
Selama kepemimpinan beliau berdua
hanya memantapkan
organisasi NUs ecara amaliyah dan ubudiyah, keorganisasiannya tidak begitu
ditonjolkan. Maklum
semua itu dilakukan karena banyak tekanan yang datang silih berganti, yang utamanya dari Golkar. Tetapi beliau
mampu mengadakan Tahlil Muslimat dan pengajian muslimat secara anjangsana antar
desa/putar ranting. Disitulah beliau tekuni secara terus menerus dengan
ketabahan dan istiqomah.
Berikut nama-nama pengurus (Ketua dan Rais) MWCNU Pacet dari awal berdiri :
1. KH Faqih Abd Wahab - P Danun (1940 - 1950)
2. KH Amir Syuhadak - P Danun (1950 - 1970)
3. KH Abd Munif - K Syamsul Huda (1970 - 1993)
KH. Yunus Roihan - Sutaman (1993 - 1995)
4. KH Amir Syuhadak - KH Yunus Roihan (1995 - 2000)
5. Drs Nur Rokhmad - KH Muslihuddin Abbas (2001 - 2005)
6. Drs H Nur Rokhmad, MM - KH Anif Muhith (2006 - 2011)
7. M. Yusuf, S.PdI - KH Iskandar Munir (2011 - 2016)
8. M. Yusuf, S.PdI - KH Iskandar Munir (2016 - 2021)
=
Amar Makruf Nahi Mungkar ( KH Syamsul Huda)
=
Taat guru + orang tua
Untuk
ziarah dikemas dengan bahasa yang ukhwah
Dengan keberhasilan tahlil muslimat, pengajian
rutin, Bapak H. Abdul Munif mulai sibuk
dengan program ziarah wali songo yang obyeknya diantaranya adalah ibu muslimat Kecamatan Pacet yang ada padapengajian rutin itu. Tetapi NU tetap
berjalan sebagaimana mestinya karena sudah menjadi ideologi masyarakat akar rumput di Kecamatan
Pacet. Walaupun secara administrasi (manajemen)
belum tertata dengan rapi. Usahanya :
- Mengadakan tahlil/ pengajian muslimat secara anjangsana antar desa/ ranting
- Mengadakan lailatul ijtimak di hari ahad
- Menggerakkan sumbangan bantuan berdirinya/ pembelian tanah mbok berek Rp. 200 juta, untuk mendirikan RSI Sakinah.
- Menggerakkan sumbangan bantuan pembelian tanah/ pendirian kantor NU cabang
Demikian sekelumit sejarah MWCNU Pacet. Kita sambung sejarah selanjutnya, Insya Allah
(Agus Albar'any)