PERISTIWA SAJEN PACET, FRAGMEN REVOLUSI DI MODJOKERTO
Dokter
R. Hausman memberi perintah agar para pekerja melakukan penggalian
dengan hati-hati. Dia tidak ingin sisa-sisa jenazah menjadi rusak karena
keteledoran. Bukti itu penting untuk mengungkap peristiwa pembunuhan
tiga tahun berselang.
Dokter
Hausman adalah ahli anatomi pathologi yang bekerja di Central
Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ) Surabaya. CBZ adalah rumah sakit pusat
Angkatan Laut yang dibangun pada masa pemerintahan Deandels. Hausman
diminta oleh Opsporings Dienst Van Overledenen atau Dinas investigasi
untuk orang hilang, untuk melakukan otopsi korban pembunuhan yang
terjadi pada akhir tahun 1945.
Peristiwa
meninggalnya dua orang Belanda itu sendiri dianggap sebagai kejahatan
perang. Meskipun saat kejadian berlangsung situasi dalam keadaan perang,
tetapi petugas medis non militer seperti Palang Merah harus dilindungi.
Korban pembunuhan adalah petugas Palang Merah, Dokter Van Der Har yang
membuka praktek di Mojokerto dan Ir. De Bruin. Diduga keduanya dibunuh
oleh anggota Pesindo yang dipimpin oleh Djandjan Soewandiwirja.
Ketika
pasukan Belanda berhasil menguasai Mojokerto pada tahun 1947, mereka
berusaha mengungkap kejadian yang dikenal sebagai Sadjen-Affaire,
Peristiwa Sajen. Beberapa orang yang dianggap mengetahui kejadian waktu
itu diperiksa oleh Polisi. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan oleh
Inspektur Klaasman, komandan polisi detasemen Mojokerto. Dia dibantu
oleh Inspektur Bruyn dan Camat Pacet, Oemar. Dan pada akhirnya
penyelidikan itu dapat menemukan titik terang.
Dari
keterangan saksi, kedua korban dihabisi oleh beberapa orang anggota
Pesindo. Kemungkinan besar kedua korban itu sedang meninjau kamp
tawanan orang asing yang ada di Pacet. Mayat keduanya kemudian dikubur
dalam bekas galian yang sebelumnya digunakan sebagai lubang perlindungan
Jepang. Lubang itu letaknya sekitar lima kilometer dari tempat
kejadian.
Pada
pertengahan Nopember 1948 dilakukan penggalian kuburan korban. Selain
Hausman, petugas dari Dinas Investigasi orang hilang juga ikut
menyaksikan. Dari penggalian tersebut didapati sisa-sisa tulang belulang
yang tertimbun dalam liang sedalam dua meter. Jenazah yang tidak lagi
utuh itu kemudian dibawa untuk dicari sebab kematiannya sebelum nantinya
dikuburkan lagi.
Polisi
Detasemen Mojokerto sendiri telah menjadikan bukti penggalian mayat itu
sebagai dasar untuk menyeret pelakunya ke depan pengadilan. Tetapi niat
itu tidak berjalan lancar. Diketahui para pelaku Sajen Affairs itu ada
di daerah kekuasaan Republik. Tidak mudah untuk menangkap karena pihak
Republik akan melindungi orang-orang yang dicari Belanda. Dari sekian
pelaku, Polisi kemudian menangkap salah seorang diantaranya. Pria yang
dituduh membunuh itu bernama Pak Patri yang telah ada dalam tahanan
Polisi.
Begitulah fragmen
yang sempat terjadi pada masa revolusi di Mojokerto. Segalanya bersifat
hitam putih. Penjahat atau extrimis di mata Belanda bisa bermakna
pahlawan bagi Republik. Pada masa itu saling teror dilakukan untuk
menjatuhkan mental lawan. Eksekusi oleh "ectrimis" tidak hanya menimpa
orang asing, ada banyak aparat pegawai sipil probing yang dihukum karena
berpihak pada pemerintah Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar