Berkhidmat Kepada Umat Berbakti Kepada Negeri, Memacu Kinerja, Mengawal Kemenangan Indonesia

Sabtu, 10 Maret 2018

MODJOKERTO_TEMPO_DOELOE



PERISTIWA SAJEN PACET, FRAGMEN REVOLUSI DI MODJOKERTO

Dokter R. Hausman memberi perintah agar para pekerja melakukan penggalian dengan hati-hati. Dia tidak ingin sisa-sisa jenazah menjadi rusak karena keteledoran. Bukti itu penting untuk mengungkap peristiwa pembunuhan tiga tahun berselang. 

Dokter Hausman adalah ahli anatomi pathologi yang bekerja di Central Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ) Surabaya. CBZ adalah rumah sakit pusat Angkatan Laut yang dibangun pada masa pemerintahan Deandels.  Hausman diminta oleh Opsporings Dienst  Van Overledenen atau Dinas investigasi untuk  orang hilang, untuk melakukan otopsi korban pembunuhan yang terjadi pada akhir tahun 1945.

Peristiwa meninggalnya dua orang Belanda itu sendiri dianggap sebagai kejahatan perang. Meskipun saat kejadian berlangsung situasi dalam keadaan perang, tetapi petugas medis non militer seperti Palang Merah harus dilindungi. Korban pembunuhan adalah petugas Palang Merah, Dokter Van Der Har yang membuka praktek di Mojokerto dan Ir. De Bruin. Diduga keduanya dibunuh oleh anggota Pesindo yang dipimpin oleh Djandjan Soewandiwirja.

Ketika pasukan Belanda berhasil menguasai Mojokerto pada tahun 1947,  mereka berusaha mengungkap kejadian yang dikenal sebagai Sadjen-Affaire, Peristiwa Sajen. Beberapa orang yang dianggap mengetahui kejadian waktu itu diperiksa oleh Polisi. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan oleh Inspektur Klaasman, komandan polisi detasemen Mojokerto. Dia dibantu oleh Inspektur Bruyn dan Camat Pacet, Oemar. Dan pada akhirnya penyelidikan itu dapat menemukan titik terang. 

Dari keterangan saksi,  kedua korban dihabisi oleh beberapa orang anggota Pesindo.  Kemungkinan besar kedua korban itu sedang meninjau kamp tawanan orang asing yang ada di Pacet. Mayat keduanya kemudian dikubur dalam bekas galian yang sebelumnya digunakan sebagai lubang perlindungan Jepang. Lubang itu letaknya sekitar lima kilometer dari tempat kejadian. 

Pada pertengahan Nopember 1948 dilakukan penggalian kuburan korban.  Selain Hausman,  petugas dari Dinas Investigasi orang hilang juga ikut menyaksikan. Dari penggalian tersebut didapati sisa-sisa tulang belulang yang tertimbun dalam liang sedalam dua meter. Jenazah yang tidak lagi utuh itu kemudian dibawa untuk dicari sebab kematiannya sebelum nantinya dikuburkan lagi.

Polisi Detasemen Mojokerto sendiri telah menjadikan bukti penggalian mayat itu sebagai dasar untuk menyeret pelakunya ke depan pengadilan. Tetapi niat itu tidak berjalan lancar.  Diketahui para pelaku Sajen  Affairs itu ada di daerah kekuasaan Republik.  Tidak mudah untuk menangkap karena pihak Republik akan melindungi orang-orang yang dicari Belanda. Dari sekian pelaku,  Polisi kemudian menangkap salah seorang diantaranya. Pria yang dituduh membunuh itu bernama Pak Patri yang telah ada dalam tahanan Polisi.

Begitulah fragmen yang sempat terjadi pada masa revolusi di Mojokerto. Segalanya bersifat hitam putih.  Penjahat atau extrimis di mata Belanda bisa bermakna pahlawan bagi Republik. Pada masa itu saling teror dilakukan untuk menjatuhkan mental lawan. Eksekusi oleh "ectrimis" tidak hanya menimpa orang asing, ada banyak aparat pegawai sipil probing yang dihukum karena berpihak pada pemerintah Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar