Dalam waktu dekat, Kalender MWCNU Pacet Mojokerto 2017 akan diluncurkan ke masyarakat Pacet. Kalender ini berisi tentang Laporan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh NU, Muslimat, Fatayat, GP Ansor-Rijalul Ansor dan IPNU/IPPNU. Hasil dari pencetakan kalender akan dibuat modal kegiatan terutama melanjutkan Pembangunan GRAHA NU PACET agar segera rampung. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi Bukit.
Alamat : Jl Raya Pacet-Trawas, Graha NU Pacet Mojokerto, 081334279500, 08563290082, 081230691282
Sabtu, 24 September 2016
Selasa, 06 September 2016
Buku Panduan Perawatan Jenazah (Pelatihan)
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum War. Wab.
Alhamdulillah, segala puji milik Allah SWT semata yang
telah memuliakan umat manusia diantara semua makhluk-Nya.
Shalawat dan salam tersampaikan kepada Rasulillah saw
yang telah mewariskan ilmunya kepada para pewarisnya. Beliau bersabda “ Al ilmu
hayatul Islam” ilmu adalah kehidupan bagi agama Islam. Islam tanpa ilmu seperti
badan yang tidak bernyawa. Untuk itu marilah kita belajar bersama-sama.
Mudah mudahan buku ini bisa membantu dalam kita
mempelajari tuntunan agama dan bermanfaat bagi kita semua. Amin
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Penyusun,
Tindakan
Pertama Yang Kita Lakukan Kepada Orang Yang Meninggal
1.
Memejamkan matanya, mendo’akan agar diampuni dosanya dan menyebut
kebaikannya. Sabda Nabi Muhammad saw :
Dari Syaddad bin Aus, ia berkata : Rasulillah Saw
bersabda : “Apabila kamu mendatangi orang mati maka pejamkan matanya karena
sesungguhnya mata itu mengikuti roh dan hendaknya kamu mendo’akan dengan
kebaikan. Sesungguhnya ia dipercayai menurut apa yang diucapkan oleh ahlinya”
(HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Pada waktu memejamkan
matanya disunnahkan membaca do’a :
Dengan menyebut asma Allah dan atas agama Rasulullah
saw. Ya Allah ampunilah dia dan kasihanilah dia, tinggikan derajatnya dalam
golongan orang yang mendapat petunjuk. Gantilah ia dengan orang yang
mendahului. Ampunilah dosa kami dan dosanya wahai Tuhan seru sekalian alam.
Luaskan kuburnya, terangilah dia di dalam kubur.
Tanda Kematian
a.
Detak jantungnya berhenti. Ini dapat dideteksi dengan diamnya urat nadi
pada pergelangan tangan di pangkal ibu jari.
b.
Dua telapak kakinya kendor tidak bisa tegak.
c.
Hidungnya doyong dan kedua pelipis tenggelam
d.
Persendian (sambungan antar tulang) tangannya bergeser.
e.
Suhu tubuhnya semakin dingin
2.
Mengikat janggut si jenazah dengan cara melingkarkan ke atas kepala. Tujuannya
adalah agar mulutnya tidak terbuka dan tidak dimasuki serangga.
3.
Melemaskan dan melipat-lipat persendian si jenazah dengan maksud agar
mudah perawatanya dan tidak kaku ( al Mahalli Juz I hal. 322)
Caranya adalah dengan melipat hasta menuju lengan,
betis menuju paha dan paha menuju perut kemudian diluruskan kembali. Juga
melemaskan persendian jari-jari kaki dan lengan.
4.
Melepas pakaian dan seluruh perhiasannya. Bila bajunya sulit dilepas
bisa digunting.
5.
Bila bajunya sudah dilepas, tubuh si jenazah ditutupi dengan kain
tipis.
Hadits Nabi Saw.
Dari Aisyah ra, ia
berkata : Ketika Rasulullah wafat beliau ditutupi dengan hibroh atau selimut.
(HR Bukhori-Muslim)
KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
1.
Memandikan. Bila tidak memungkinkan cukup ditayammumi.
2.
Mengkafani (setelah dimandikan/ditayammumi)
3.
Menyalati. Bila tidak mungkin dimandikan
maka tidak perlu dishalati. Bagi orang yang mati syahid atau mati dalam
kandungan maka tidak perlu dishalati.
“jika sulit
dimandikan seperti terjatuh ke dalam lubang dan sulit dikeluarkan dan disucikan
maka jenazah tidak perlu dishalati” (Kasifatussaja hal. 99)
4.
Menguburkanya. Untuk orang yang mati syahid dalam membela agama Allah
maka ia dikubur dengan pakaian yang ia pakai ketika berjuang meski berlumuran
darah dan tidak menutup tubuh secara keseluruhan.
Untuk Materi lengkapnya, tunggu pelatihan dari MWCNU Pacet beserta buku panduannya.
Kamis, 01 September 2016
BIAWAK Vs DHAB
A. Penjelasan tentang hewan "Dhab"
Dikeluarkan oleh Imam Al Bukhari
dalam Kitab Khabarul Ahad, Bab Khobarul Mar’ah Waahidah,
قَالَ (ابن عمر رضي الله عنه): كَانَ نَاسٌ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلىالله عليه وسلم، فِيهمْ سَعْدٌ، فَذَهَبُوا يَأْكُلُونَ
مِنْ لَحْمٍ،فَنَادَتْهُمُ امْرَأَةٌ مِنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم،إِنَّهُ لَحْمُ ضَبٍّ، فَأَمْسَكُوا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم:كُلُوا أَوِ اطْعَمُوا، فَإِنَّهُ حَلاَلٌ أَوْ قَالَ: لاَ بَأْسَ بِهِ
وَلكِنَّهُلَيْسَ مِنْ طَعَامِي.
Abdullah Bin Umar Radhiyallahu
‘anhuma berkata: “Orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu’alaihi
wasallam yang di antara mereka terdapat Sa’ad makan daging. Kemudian salah
seorang isteri Nabi Shallallahu’alaihi wasallam memanggil mereka seraya
berkata, ‘Itu daging Biawak dhab’. Mereka
pun berhenti makan. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda: “Makanlah, karena karena daging itu halal atau beliau bersabda:
“tidak mengapa dimakan, akan tetapi daging hewan itu bukanlah makananku“.
Hadits diatas merupakan salah satu
hadits yang menerangkan tentang kehalalan hewan dhab sehingga tidak ada
keraguan lagi pada diri kita akan kehalalannya. Namun, yang menjadi masalah
adalah banyak sebagian dari kita yang menterjemahkan dhab dengan biawak
sehingga konsekwensinya mereka menghalalkan pula memakan biawak. (pengalaman
pribadi: ketika kami memberikan ta’lim ada beberapa ikhwah dibeberapa majelis
yang menanyakan tentang hal tersebut).
Karena kami merasa hal ini belum
banyak diketahui oleh kaum muslimin, maka ingin rasanya untuk ikut
berpartisipasi dalam menjelaskan perkara ini walau dengan ringkas.
Perbedaan
Dhab dan Biawak
Untuk membedakan antara kedua hewan
tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik
hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah
mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:
1. Bentuk tubuhnya
- Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon
dan tokek.
- Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
- Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut
saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan
biawak.
- Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina
memiliki dua vagina.
2. Warnanya
warna tubuhnya mirip dengan warna
tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ
سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.
3. Makanannya
- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain
belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan
kutu.
4. Tempat Hidupnya
Dhab hanya tinggal digurun pasir.
Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.
5. Sifatnya
- Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak
memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan
dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali
dengan biawak yang sudah kita kenal.
- Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan
biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga
terkenal menjadi musuh para petani ikan.
- Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara
langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang
dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan
seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى
يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai
dhab mendatangi air.
- Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim
dingin.
- Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700
tahun.
6. Hubungannya dengan biawak
Dhab merupakan salah satu hewan yang
kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.
7. Bangsa Arab memandang dhab
Orang arab suka memburu dhab dan
menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan
menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.
Dari beberapa ciri hewan dhab
sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara
dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan
antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya,
dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih
dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan
pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah
bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan
hewan kotor lainnya.
Selain merupakan hewan yang
menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif
Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah
bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya
sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka
merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk
digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering
mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.
Kesimpulan
- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan.
- Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau
membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol
(الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ).
- Biawak haram dimakan dikarenakan:
- Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits)
- Biawak merupakan hewan buas
- Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak.
Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah
menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak.
B. Keterangan Lain Tentang Biawak
Kalau memang biawak itu bukan 'dhab' tapi 'waral', ternyata para ulama juga tak menghukuminya dengan haram muthlak.
Justru jika merujuk kepada fatwa dari Islamweb,net, ternyata malahan tidak haram. Coba kita baca fatwa berikut ini:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
فإن الورل روى عبد الرزاق في المصنف عن سعيد بن المسيب أنه سئل عنه فقال لا بأس به. ونقل القرطبي في التفسير عن مالك إباحته. وذكر عبد الرزاق أن الورل شبه الضب وهذا يفيد أن الورل حلال عند عبد الرزاق لأن الضب متفق على إباحته فقد أكل بحضرة النبي صلى الله عليه وسلم.
وقد عده ابن حزم في المحلى من الحيوانات المباحة الأكل.
ويذكر الرافعي: أنه قال يرجع فيه إلى استطابة العرب وعدمها. انتهى.
وفي مسائل الإمام أحمد: أنه سئل عنه فقال ما أدري وكل ما يشتبه عليك فدعه. انتهى.
وقد عده صاحب منار السبيل من الحشرات المحرمة الأكل فالحاصل أنه أباحه كثير من أهل العلم وأن الإمام أحمد توقف فيه وصرح بعض متأخرى الحنابلة والشافعية بتحريمه .
Langganan:
Postingan (Atom)