Menurut Prof. Mudjia Rahardja, salah satu pertanyaan
penting dan sering muncul dari para peneliti dan mahasiswa yang sedang
melakukan penelitian adalah masalah triangulasi. Banyak yang masih belum
memahami makna dan tujuan tiangulasi dalam penelitian, khususnya
penelitian kualitatif. Karena kurangnya pemahaman itu, sering kali muncul
persoalan tidak saja antara mahasiswa dan dosen dalam proses pembimbingan,
tetapi juga antar dosen pada saat menguji skripsi, tesis, dan
disertasi. Hal ini tidak akan terjadi jika masing-masing memiliki pemahaman
yang cukup mengenai triangulasi. Umumnya pertanyaan berkisar apakah triangulasi
perlu dalam penelitian dan jika perlu, bagaimana melakukannya. Berikut uraian
ringkasnya yang disari dari berbagai sumber dan pengalaman penulis selama ini.
Triangulasi pada
hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena
yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat
tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal
dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat
kebenaran yang handal. Karena itu,
triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang
diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data.
Sebagaimana diketahui
dalam penelitian kualitatif peneliti itu sendiri merupakan instrumen
utamanya. Karena itu, kualitas
penelitian kualitatif sangat tergantung pada kualitas diri penelitinya,
termasuk pengalamannya melakukan penelitian merupakan sesuatu yang sangat
berharga. Semakin banyak pengalaman seseorang dalam melakukan penelitian,
semakin peka memahami gejala atau fenomena yang diteliti. Namun demikian,
sebagai manusia, seorang peneliti sulit terhindar dari bias atau subjektivitas.
Karena itu, tugas peneliti mengurangi semaksimal mungkin bias yang terjadi agar
diperoleh kebenaran utuh. Pada titik ini para penganut kaum positivis meragukan
tingkat ke’ilmiah’an penelitan kualitatif. Malah ada yang secara
ekstrim menganggap penelitian kualitatif tidak ilmiah.
Sejarahnya,
triangulasi merupakan teknik yang dipakai untuk melakukan survei dari tanah
daratan dan laut untuk menentukan satu titik tertentu dengan
menggunakan beberapa cara yang berbeda. Ternyata teknik semacam ini terbukti
mampu mengurangi bias dan kekurangan yang diakibatkan oleh pengukuran dengan
satu metode atau cara saja. Pada masa 1950’an hingga 1960’an, metode tringulasi
tersebut mulai dipakai dalam penelitian kualitatif sebagai cara untuk meningkatkan pengukuran
validitas dan memperkuat kredibilitas temuan penelitian dengan cara
membandingkannya dengan berbagai pendekatan yang berbeda.
Karena menggunakan
terminologi dan cara yang mirip dengan model paradigma positivistik
(kuantitatif), seperti pengukuran dan validitas, triangulasi mengundang
perdebatan cukup panjang di antara para ahli penelitian kualitatif sendiri.
Alasannya, selain mirip dengan cara dan metode penelitian kuantitatif, metode
yang berbeda-beda memang dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang berbeda,
tetapi toh juga akan menghasilkan data yang berbeda-beda pula. Kendati terjadi
perdebatan sengit, tetapi seiring dengan perjalanan waktu, metode triangulasi semakin lazim dipakai dalam
penelitian kualitatif karena terbukti mampu mengurangi bias dan meningkatkan
kredibilitas penelitian.
Dalam berbagai
karyanya, Norman K. Denkin
mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang
dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan
perspektif yang berbeda. Sampai saat ini,
konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang.
Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi
metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan
kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Berikut
penjelasannya.
1. Triangulasi metode
dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang
berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan
metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi
yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa
menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti
menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya.
Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek
kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan
diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi
tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau
informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu
sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan
sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi
aspek lainnya tetap dilakukan.
2. Triangulasi
antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam
pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah
pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah
memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar
tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.
3. Triangulasi sumber
data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi,
peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah,
catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu
masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda,
yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai
pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran
handal.
4. Terakhir adalah
triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan
informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan
perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas
temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat
meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali
pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh.
Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert
judgement ketika membandingkan
temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika perbandingannya
menunjukkan hasil yang jauh berbeda.
Mengakhiri tulisan
ini, saya ingin menyatakan bahwa triangulasi menjadi sangat penting dalam
penelitian kualitatif, kendati pasti menambah waktu dan beaya seta tenaga.
Tetapi harus diakui bahwa triangulasi dapat meningkatkan kedalaman pemahaman
peneliti baik mengenai fenomena yang diteliti maupun konteks di mana fenomena
itu muncul. Bagaimana pun, pemahaman yang mendalam (deep understanding) atas fenomena yang diteliti merupakan
nilai yang harus diperjuangkan oleh setiap peneliti kualitatif. Sebab,
penelitian kualitatif lahir untuk menangkap arti (meaning) atau memahami gejala, peristiwa, fakta,
kejadian, realitas atau masalah tertentu mengenai peristiwa sosial dan
kemanusiaan dengan kompleksitasnya secara mendalam, dan bukan untuk
menjelaskan (to explain)
hubungan antar-variabel atau membuktikan hubungan sebab akibat atau korelasi
dari suatu masalah tertentu. Kedalaman pemahaman akan diperoleh hanya jika data
cukup kaya, dan berbagai perspektif digunakan untuk memotret sesuatu fokus
masalah secara komprehensif. Karena itu, memahami dan menjelaskan jelas
merupakan dua wilayah yang jauh berbeda. Selamat mencoba!